Skip to main content

Tari Lenggang: Perjalanan Migrasi dan Inovasi Kesenian Tradisional dari Surabaya ke Sidoarjo

 Tari Lenggang merupakan salah satu bentuk seni tari yang berasal dari Surabaya, yang dalam perjalanannya mengalami migrasi dan adaptasi di berbagai wilayah, termasuk di Sidoarjo. Tarian ini dikenal dengan gerakan yang lincah dan anggun, serta mengandung makna yang mencerminkan kehidupan masyarakat Jawa yang dinamis. Tari Lenggang bukan sekadar bentuk hiburan, melainkan juga sebuah representasi budaya yang memiliki nilai estetika dan simbolis yang penting dalam menggambarkan keindahan kehidupan sehari-hari. Sebagai bagian dari identitas budaya Surabaya, keberadaan Tari Lenggang yang kemudian menyebar ke Sidoarjo mencerminkan fenomena migrasi budaya yang dapat memberi dampak pada pelestarian dan transformasi budaya lokal.

Tari Lenggang pertama kali muncul di Surabaya sebagai bagian dari tradisi kesenian rakyat yang berkembang pesat di kota tersebut. Dalam konteks budaya Surabaya, Tari Lenggang menggambarkan gerakan yang tidak hanya anggun dan elegan, tetapi juga memiliki dinamika yang mencerminkan semangat hidup masyarakat perkotaan. Tari ini menampilkan gerakan tubuh yang lincah dan penuh ekspresi, mengungkapkan keindahan serta kehalusan dalam menyampaikan makna kehidupan. Awalnya, Tari Lenggang lebih sering dipertunjukkan pada acara-acara tertentu, seperti perayaan adat atau festival, di mana masyarakat berkumpul untuk merayakan kebersamaan dan kegembiraan (Suwita, 2015).

Tari Lenggang mengandung nilai-nilai budaya yang erat kaitannya dengan tradisi masyarakat Jawa, khususnya Surabaya, yang memiliki akar budaya yang kuat. Tarian ini, meskipun mengandung unsur tradisional, juga merefleksikan dinamika sosial dan budaya yang berkembang dalam masyarakat urban, yang memadukan elemen-elemen modern dengan nilai-nilai tradisi. Oleh karena itu, Tari Lenggang tidak hanya dipandang sebagai hiburan semata, tetapi juga sebagai media komunikasi yang menyampaikan nilai-nilai budaya lokal.

Migrasi Tari Lenggang ke Sidoarjo

Seiring dengan berkembangnya hubungan sosial dan budaya antara Surabaya dan Sidoarjo, Tari Lenggang mulai diperkenalkan ke wilayah Sidoarjo, yang terletak tidak jauh dari Surabaya. Proses migrasi budaya ini berawal dari pertemuan berbagai komunitas seni yang menyebarkan informasi dan pengalaman mengenai tarian ini, melalui berbagai forum seperti festival seni, pertunjukan budaya, dan pelatihan tari. Tarian ini dengan cepat menarik perhatian masyarakat Sidoarjo yang memiliki minat terhadap seni tradisional dan kesenian yang mengedepankan keanggunan gerakan tubuh.

Sidoarjo, yang dikenal sebagai kota yang kaya akan potensi seni dan budaya, memberikan ruang bagi keberagaman seni, termasuk Tari Lenggang. Tidak hanya melalui media pertunjukan, tetapi juga melalui penyuluhan budaya, Tari Lenggang mulai dikenal dan dilestarikan oleh sejumlah sanggar tari di Sidoarjo. Keberadaan tari ini di Sidoarjo menandai proses akulturasi budaya antara Surabaya dan Sidoarjo, di mana elemen-elemen budaya Surabaya berbaur dengan kebudayaan lokal, yang pada gilirannya memperkaya dan memperluas cakupan identitas budaya di Sidoarjo (Budianto, 2017).

Pelestarian dan Inovasi Tari Lenggang di Sidoarjo

Sanggar tari di Sidoarjo memiliki peran yang sangat penting dalam melestarikan dan mengembangkan Tari Lenggang. Selain menjaga kelestarian gerakan tari tradisional, para pengelola sanggar tari juga melakukan inovasi terhadap penyajian Tari Lenggang, menyesuaikan dengan perkembangan seni pertunjukan modern. Salah satu inovasi yang cukup signifikan adalah perubahan dalam kostum tari dan musik pengiring. Kostum tari yang awalnya cenderung sederhana kini disesuaikan dengan estetika modern, sementara musik pengiring juga dimodifikasi agar lebih variatif dan sesuai dengan selera penonton masa kini. Inovasi semacam ini memberikan sentuhan baru yang tetap menjaga esensi gerakan tari Lenggang yang anggun dan dinamis (Fadhilah, 2020).

Selain itu, modifikasi gerakan tari juga menjadi bagian dari inovasi yang dilakukan oleh para pelatih tari. Gerakan yang lebih dinamis dan ekspresif ditambahkan tanpa mengurangi makna yang terkandung dalam tarian tersebut. Hal ini memberikan peluang bagi generasi muda di Sidoarjo untuk berpartisipasi dalam mempertahankan dan mengembangkan Tari Lenggang, dengan pendekatan yang lebih kreatif dan relevan dengan konteks zaman. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, Tari Lenggang tetap hidup dan berkembang, tidak hanya sebagai warisan budaya dari Surabaya, tetapi juga sebagai identitas baru yang mengakar di Sidoarjo (Tari Lenggang: Studi Pelestarian Budaya, 2019).

Sumber: @SMK ANTARTIKA SIDOARJO

Sanggar tari di Sidoarjo memainkan peran yang sangat vital dalam pelestarian Tari Lenggang. Mereka tidak hanya bertindak sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan teknik tari, tetapi juga sebagai tempat di mana para seniman dan penari dapat melakukan eksperimen dan menciptakan karya yang inovatif. Sanggar tari menjadi titik pertemuan antara tradisi dan inovasi, di mana generasi muda diajak untuk memahami dan menghargai nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Tari Lenggang, sekaligus mengembangkan kreatifitas mereka dalam menyajikan tarian tersebut dalam bentuk yang lebih segar dan relevan.

Sanggar-sanggar tari di Sidoarjo juga aktif dalam mempromosikan Tari Lenggang melalui berbagai pertunjukan seni, baik di tingkat lokal maupun nasional. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk memperkenalkan Tari Lenggang kepada publik, tetapi juga sebagai ajang untuk membangun apresiasi terhadap seni tradisional yang masih dapat berkembang dan diapresiasi dalam era modern. Melalui kegiatan seperti ini, Tari Lenggang tidak hanya dipandang sebagai bagian dari masa lalu, tetapi juga sebagai warisan budaya yang tetap hidup dan terus diperbaharui (Rahmawati, 2021).

Tari Lenggang, yang awalnya berasal dari Surabaya, kini telah menjadi bagian dari kekayaan budaya yang juga diakui di Sidoarjo. Migrasi dan pelestarian tari ini di Sidoarjo menunjukkan bagaimana suatu tradisi dapat berkembang melalui proses akulturasi dan adaptasi, tanpa menghilangkan esensi budaya yang terkandung di dalamnya. Melalui sanggar tari yang aktif dalam melakukan pelatihan dan inovasi, Tari Lenggang tidak hanya bertahan sebagai warisan budaya, tetapi juga terus berkembang dan relevan dengan dinamika seni dan budaya masa kini.

Dengan demikian, penting untuk terus menjaga keberlanjutan pelestarian Tari Lenggang melalui kolaborasi antara para seniman, sanggar tari, dan masyarakat. Hal ini memastikan bahwa Tari Lenggang tidak hanya menjadi simbol dari identitas budaya Surabaya, tetapi juga bagian integral dari kekayaan budaya Indonesia yang terus berkembang. Sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya, inovasi yang dilakukan oleh para pelatih tari di Sidoarjo juga menjadi contoh bagaimana tradisi dapat tetap hidup dan relevan dalam konteks zaman yang terus berubah. Melalui pendekatan ini, Tari Lenggang akan terus menjadi warisan budaya yang tidak hanya dikenang, tetapi juga diteruskan kepada generasi mendatang, dengan semangat yang baru dan penuh makna.


Referensi

Budianto, A. (2017). Transformasi Budaya Lokal dalam Migrasi Tari Lenggang ke Sidoarjo. Jurnal Seni dan Budaya, 15(2), 123-135.

Fadhilah, S. (2020). Inovasi Tari Tradisional: Tari Lenggang dan Adaptasinya di Sidoarjo. Jurnal Seni Tradisional, 11(1), 45-60.

Rahmawati, M. (2021). Peran Sanggar Tari dalam Pelestarian Tari Lenggang di Sidoarjo. Jurnal Pelestarian Budaya, 8(3), 102-115.

Suwita, L. (2015). Pengenalan Tari Lenggang: Sejarah dan Estetika Budaya Surabaya. Surabaya: Pustaka Cendekia.

Tari Lenggang: Studi Pelestarian Budaya. (2019). Laporan Penelitian. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

 

Penulis:

M. Hikmal Yazid, mahasiswa Sastra Indonesia UIN Sunan Ampel Surabaya. Tinggal di Pagerngumbuk, Wonoayu, Sidoarjo.












Comments

Popular posts from this blog

Nyadran Balongdowo, Nasibmu Kini

  sumber : https://radarsidoarjo.jawapos.com Nyadran di Desa Balongdowo terdiri atas 7 tahapan penting sebagai cara mengungkapan rasa syukur. Tahap pertama, yaitu tahap persiapan. Pada malam sebelum pemberangkatan, warga Balongdowo mempersiapkan keperluan prosesi mulai dari makanan, biasanya mengolah kupang, tumpeng, dan menghias perahu. Tahap kedua adalah tahap pemberangkatan, meliputi iring-iringan tumpeng ke tepi sungai dan berdoa memanjatkan syukur kepada Allah SWT. Setelah acara pembuka, barulah perahu Nyadran memulai perjalanan menuju Desa Sawohan, Dusun Kepetingan. Tahap ketiga yaitu tahap pembuangan seekor ayam. Ketika perjalanan, anak balita yang mengikuti Nyadran diberi seekor ayam hidup untuk dibuang di muara Kalipecabean agar anak balita tidak kesurupan. Tahap keempat, melarung tumpeng di muara Clangap (pertemuan antara sungai Balongdowo, sungai Candi, dan sungai Sidoarjo). Hal ini bertujuan agar para nelayan pencari kupang diberi keselamatan saat melaut. Namun, melarun...

Dekesda dan Umsida dalam Perjalanan Budaya “Ngetung Batih” di Dongko Trenggalek

  “Kami berjalan pelan menyisir pantai selatan, mendaki pegunungan dari Desa Pringapus sampai Kecamatan Dongko, berburu pengetahuan budaya yang mekar manis di setiap unsur perilaku masyarakatnya.” Joko Susilo – Ketua Program Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) juga Dosen Psikologi Budaya Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) membuka kalimat wawancaranya. Ia datang ke Dongko bersama tim riset budaya gabungan Dekesda dan Umsida. Joko menambahkan “Kami juga membawa beberapa mahasiswa pertukaran dari Universitas Adzkia Sumatra Barat dan Universitas Muhammadiyah Sidrap Sulawesi Selatan, tujuan kami adalah supaya mereka mengetahui kekayaan budaya yang ada di Jawa Timur”. Upacara adat ‘ Ngetung Batih’ digelar di kecamatan Dongko 7 hari 7 malam, tanggal 6 sampai 13 Juli 2024. Tanggal 6 dibuka dengan doa bersama. Tanggal 7 siang digelar Kirab Budaya dilanjutkan penampilan bersama 2700 penari jaranan Turonggo Yakso. Setiap malam berikutnya dilanjut pertunjukan seni yang ada di wilayah ...

1000 Warga Nembang Macapat Gagrak Sidoarjo

  Sekar Mijil, Sekar Gambuh dan Sekar Pocung Gagrak Sidoarjo berkumandang di pelataran SMP-SMK Sepuluh Nopember Sidoarjo, Jl Siwalanpanji, Sidoarjo. Siswa-siswi, para guru pendamping sekaligus paguyuban-paguyuban macapat bersama-sama menembangkannya. Suwarmin M.Sn., yang berprofesi sebagai dosen seni tradisi di STKW Surabaya, dan sebagai pencipta macapat Gagrak Sidoarjo sangat bahagia sekali. Karena semua peserta mampu menembangkannya bersama-sama meskipun belum sesempurna para pesinden. Bertajuk “Seribu Warga Nembang Macapat Gagrak Sidoarjo” sukses diselenggarakan pada hari Sabtu, 3 Agustus 2024. Mengulang kesuksesan penyelenggaraan tahun 2023 dengan Seribu Warga Sidoarjo Nembang Macapat 24 jam. Ini adalah sebuah cita-cita Dewan Kesenian Sidoarjo dan Paguyuban-Paguyuban Macapat Sidoarjo agar macapat juga dikenal oleh generasi-generasi sekarang. “Bahwa materi nembang macapat ini sudah dikenalkan kepada para siswa SMP kelas 7 dan 8,” kata Murlan, S.Sn., selaku ketua panitia pe...