Skip to main content

Nyadran Balongdowo, Nasibmu Kini

 

sumber : https://radarsidoarjo.jawapos.com

Nyadran di Desa Balongdowo terdiri atas 7 tahapan penting sebagai cara mengungkapan rasa syukur. Tahap pertama, yaitu tahap persiapan. Pada malam sebelum pemberangkatan, warga Balongdowo mempersiapkan keperluan prosesi mulai dari makanan, biasanya mengolah kupang, tumpeng, dan menghias perahu. Tahap kedua adalah tahap pemberangkatan, meliputi iring-iringan tumpeng ke tepi sungai dan berdoa memanjatkan syukur kepada Allah SWT. Setelah acara pembuka, barulah perahu Nyadran memulai perjalanan menuju Desa Sawohan, Dusun Kepetingan.

Tahap ketiga yaitu tahap pembuangan seekor ayam. Ketika perjalanan, anak balita yang mengikuti Nyadran diberi seekor ayam hidup untuk dibuang di muara Kalipecabean agar anak balita tidak kesurupan. Tahap keempat, melarung tumpeng di muara Clangap (pertemuan antara sungai Balongdowo, sungai Candi, dan sungai Sidoarjo). Hal ini bertujuan agar para nelayan pencari kupang diberi keselamatan saat melaut. Namun, melarung tumpeng kini sudah jarang dilakukan karena tumpeng digunakan untuk kenduri di makam Dewi Sekardadu.

Ziarah makam Dewi Sekardadu di Desa Sawohan adalah tahap kelima, di mana peserta nyadran mengadakan kenduri bersama dengan tumpeng, dan menabur bunga. Tahap keenam adalah wisata ke lokasi pencarian kupang setelah ziarah. Biasanya, peserta Nyadran dewasa maupun anak-anak turun ke laut memperagakan pencarian kupang. Tahap yang terakhir, tahap kembali pulang rombongan perahu ke Desa Balongdowo. Tiap tahapan Nyadran ini maknanya sangat penting bagi masyarakat Desa Balongdowo.

Masyarakat Balongdowo memaknai Nyadran sebagai 2 tujuan. Pertama, masyarakat percaya bahwa setelah melakukan Nyadran, rezeki yang mereka peroleh menjadi lebih banyak dan hasil tangkapan kupang lebih melimpah (Auliyah et al., 2022). Pelaksanaan Nyadran sangat penting bagi masyarakat Desa Balongdowo karena kupang yang menjadi mata pencaharian para nelayan bergantung pada tradisi ini. Tujuan kedua adalah untuk menghormati leluhur desa, para nelayan menunjukkan rasa hormat kepada leluhur atas perlindungan dan berkah yang diberikan oleh leluhur. Salah satunya ziarah ke makam Dewi Sekardadu untuk memohon perlindungan agar diberi keselamatan dan dijauhkan dari bahaya saat mencari kupang. Kedua makna Nyadran menunjukkan kesakralan upacara sebagai tradisi tahunan, namun salah satu permasalahan saat ini adalah era modernisasi.

Di era modernisasi ini, tradisi Nyadran dipengaruhi oleh unsur-unsur modern. Unsur modern turut terlibat dalam pelaksanaan Nyadran sebagai modernisasi tradisi. Seiring berjalannya waktu, pelaksanaan Nyadran menjadi lebih modern dan terkesan kurang mempertahankan makna spiritualnya. Hal ini karena unsur modern mulai menggeser makna tradisi. Seperti penggunaan sound system yang semakin beradaptasi dalam pelaksanaan Nyadran.


Saat ini, sound system masuk sebagai dampak dari adanya modernisasi tradisi. Setiap pelaksanaan Nyadran, sound system menjadi aspek yang harus ada. Masyarakat Balongdowo rela menyewa sound system sendiri untuk menyambut perayaan Nyadran. Hal ini berhasil menarik minat masyarakat terutama kalangan pemuda. Namun, penggunaan sound system juga berdampak pada cara berpikir kalangan pemuda Desa Balongdowo itu sendiri.

Kalangan pemuda yang semakin modern dan terpengaruh oleh unsur-unsur modern, seperti sound system, telah mengubah tradisi Nyadran dan mengancam makna spiritualnya. Bahkan, kalangan muda Desa Balongdowo tidak cukup dengan satu hal modern saja. Beberapa modifikasi dilakukan kalangan muda dan malah menjadi fokus utama  pelaksanaan Nyadran. Salah satu contohnya adalah acara battle sound system di atas air.

Fenomena battle sound system di atas air menjadi wajah perayaan Nyadran masa kini. Fenomena ini dilakukan pada hari kedua sebelum pemberangkatan untuk memberi hiburan musik kepada masyarakat Sidoarjo. Acara battle sound system inilah yang membuat tradisi Nyadran populer di kalangan masyarakat. Namun, acara battle sound mulai mengganggu suasana pelaksanaan tradisi Nyadran. Hal ini dikarenakan kalangan pemuda Desa Balongdowo secara masif menggunakan sound system.

Saat pelaksanaan Nyadran, sebagian perahu kalangan pemuda berangkat lebih dulu sekitar pukul 01.00 malam mengadakan battle sound menuju Dusun Kepetingan. Sound system yang dibawa cukup banyak sampai 3 tingkat di atas perahu, sehingga dalam perjalanannya, sound system harus dibongkar-pasang karena melewati jembatan, namun kalangan pemuda tetap antusias berjoget-joget diiringi musik. Sebagian perahu kalangan muda lainnya berangkat besok pagi bersamaan dengan perahu golongan tua. Tetapi tetap saja, perahu kalangan muda membawa sedikit sound untuk hiburan musik, sedangkan perahu golongan tua diiringi perahu berisi banjari. Adanya dampak penggunaan sound system ini memicu dua pandangan, dari sisi kemeriahan acara maupun dari makna dasar spiritual Nyadran.

Penggunaan sound system sangat diperlukan untuk pembacaan do'a di pagi hari oleh golongan tua pada tahap pemberangkatan. Selain itu, sound system menarik masyarakat untuk menyambut Nyadran dengan mengadakan acara battle sound. Hiburan musik ini dinikmati berbagai kalangan hingga kini menjadi pertunjukan lokal masyarakat Sidoarjo. Perayaan Nyadran terasa lebih meriah. Hal ini berdampak positif bagi kelestarian Nyadran, generasi muda dulunya kurang tertarik kini lebih antusias mengikuti tradisi, dan berpartisipasi menyambut perayaan Nyadran.

Di sisi lain, dikhawatirkan penggunaan sound system yang banyak digunakan dalam tradisi Nyadran justru mengganggu kesucian dan ketenangan upacara. Hiburan musik melalui sound system yang ada di setiap perahu kalangan pemuda membuat musik saling bersahut-sahutan di tengah pelaksanaan. Rombongan peserta Nyadran tidak bisa fokus pada ritual. Selain itu, acara battle sound system membuat kalangan pemuda joget-joget berlebihan, bahkan terdapat perahu yang tenggelam karena keberatan membawa sound system. Akibatnya, pelaksanaan tradisi Nyadran kini kurang dimaknai oleh masyarakat Balongdowo terutama kalangan muda.

Era modernisasi yang terus berlanjut tidak hanya membawa unsur modern sound system, tetapi penggunaan lampu LED kini turut hadir dalam perayaan Nyadran. Setiap perahu berisi hiburan musik melalui sound system seiring penggunaan lampu LED menyala dengan warna yang bervariasi. Penggunaan lampu LED menciptakan suasana yang lebih menarik secara visual. Sayangnya, beberapa kalangan pemuda dengan sengaja mengadakan pesta miras di atas perahu. Nyadran sebagai tradisi wajib tahunan kini sudah selayaknya pesta diskotik karena modernisasi tradisi.

Adanya dampak dari modernisasi tradisi ini, golongan tua atau pihak Desa Balongdowo kurang berperan aktif dalam mempertahankan dan menanamkan makna tradisi Nyadran kepada generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan sound system dan lampu LED yang berlebihan tidak mendapat tanggapan dari golongan tua. Mereka menerima perubahan itu karena dianggap menarik perhatian masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian tradisi Nyadran. Sehingga, perubahan dalam pelaksanaan Nyadran kurang mendapat perhatian meskipun perubahan tersebut cukup menyimpang dari makna Nyadran sebagai cara menjaga harmoni dengan alam sekitar.


Tradisi Nyadran di Desa Balongdowo sebagai bagian dari kehidupan masyarakat, kini mengalami modernisasi tradisi. Meskipun upacara tetap dipertahankan, penggunaan sound system dan lampu LED telah mengubah suasana tradisi. Masyarakat Balongdowo, terutama kalangan pemuda, kini lebih fokus pada aspek hiburan dan kemeriahan, sehingga makna Nyadran mulai terancam. Ketidakterlibatan golongan tua dalam mengarahkan perubahan ini, menyebabkan tradisi Nyadran beresiko kehilangan maknanya sebagai ungkapan syukur dan penghormatan kepada leluhur. Oleh karena itu, penting untuk mengoptimalkan penggunaan sound system dan lampu LED dalam tradisi Nyadram sebagai upaya pelestarian.

Dengan adanya perubahan dalam praktik pelaksanaan Nyadran sebagai akibat dari modernisasi, dan ditinjau dari dampak perubahan yang berpotensi mengancam makna tradisi Nyadran. Diharapkan Pemerintah Daerah Sidoarjo dan pihak Desa Balongdowo bisa bekerja sama melakukan penyuluhan pentingnya tradisi Nyadran sebagai bentuk interaksi masyarakat Desa Balongdowo dengan alam sekitar. Pemerintah Daerah Sidoarjo harus melakukan pengawasan saat pelaksanaan tradisi agar tidak ada pesta miras oleh kalangan muda. Selain itu, pihak Desa Balongdowo harus bisa mengatur penggunaan sound system agar digunakan pada acara battle sound saja. Selain tidak menghambat pelaksanaan tradisi Nyadran, kalangan muda akan lebih fokus pada pelaksanaan upacara dan mengikuti serangkaian upacara sesuai tradisi turun-temurun. Upaya utama untuk mencegah adanya praktik penyimpangan makna dalam tradisi adalah pihak Desa Balongdowo lebih membatasi kegiatan-kegiatan oleh kalangan pemuda dan membuat peraturan seperti, 1) dilarang membawa minuman keras; 2) menggunakan sound system hanya untuk acara battle sound; 3) semua rombongan peserta Nyadran berangkat bersama agar mengikuti keseluruhan serangkaian upacara; 4) menetapkan adanya perahu berisi banjari di setiap perjalanan rombongan perahu. Hal ini bertujuan agar kalangan muda tidak semena-mena dalam pelaksanaan tradisi Nyadran.



DAFTAR PUSTAKA

Auliyah, U. U., Putri, A. F., Bela, S., & Segara, N. B. (2022). Transformasi Nilai Pedagogis Tradisi Nyadran Sidoarjo Sebagai Model Pembelajaran Generasi Alpha. Jurnal Pendidikan Geosfer, 7(1), 1–15. https://doi.org/10.24815/jpg.v7i1.23756

 

Penulis:

Ayu Slamet Rahayu, Murid SMP PGRI 10 Candi












Comments

Popular posts from this blog

Dekesda dan Umsida dalam Perjalanan Budaya “Ngetung Batih” di Dongko Trenggalek

  “Kami berjalan pelan menyisir pantai selatan, mendaki pegunungan dari Desa Pringapus sampai Kecamatan Dongko, berburu pengetahuan budaya yang mekar manis di setiap unsur perilaku masyarakatnya.” Joko Susilo – Ketua Program Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) juga Dosen Psikologi Budaya Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) membuka kalimat wawancaranya. Ia datang ke Dongko bersama tim riset budaya gabungan Dekesda dan Umsida. Joko menambahkan “Kami juga membawa beberapa mahasiswa pertukaran dari Universitas Adzkia Sumatra Barat dan Universitas Muhammadiyah Sidrap Sulawesi Selatan, tujuan kami adalah supaya mereka mengetahui kekayaan budaya yang ada di Jawa Timur”. Upacara adat ‘ Ngetung Batih’ digelar di kecamatan Dongko 7 hari 7 malam, tanggal 6 sampai 13 Juli 2024. Tanggal 6 dibuka dengan doa bersama. Tanggal 7 siang digelar Kirab Budaya dilanjutkan penampilan bersama 2700 penari jaranan Turonggo Yakso. Setiap malam berikutnya dilanjut pertunjukan seni yang ada di wilayah ...

1000 Warga Nembang Macapat Gagrak Sidoarjo

  Sekar Mijil, Sekar Gambuh dan Sekar Pocung Gagrak Sidoarjo berkumandang di pelataran SMP-SMK Sepuluh Nopember Sidoarjo, Jl Siwalanpanji, Sidoarjo. Siswa-siswi, para guru pendamping sekaligus paguyuban-paguyuban macapat bersama-sama menembangkannya. Suwarmin M.Sn., yang berprofesi sebagai dosen seni tradisi di STKW Surabaya, dan sebagai pencipta macapat Gagrak Sidoarjo sangat bahagia sekali. Karena semua peserta mampu menembangkannya bersama-sama meskipun belum sesempurna para pesinden. Bertajuk “Seribu Warga Nembang Macapat Gagrak Sidoarjo” sukses diselenggarakan pada hari Sabtu, 3 Agustus 2024. Mengulang kesuksesan penyelenggaraan tahun 2023 dengan Seribu Warga Sidoarjo Nembang Macapat 24 jam. Ini adalah sebuah cita-cita Dewan Kesenian Sidoarjo dan Paguyuban-Paguyuban Macapat Sidoarjo agar macapat juga dikenal oleh generasi-generasi sekarang. “Bahwa materi nembang macapat ini sudah dikenalkan kepada para siswa SMP kelas 7 dan 8,” kata Murlan, S.Sn., selaku ketua panitia pe...