Reog Cemandi, salah satu kekayaan budaya Sidoarjo
Kami membayangkan adanya data kebudayaan Kabupaten Sidoarjo yang lebih intim. Akrab, bersahabat, dan manusiawi. Data yang tidak sebatas deretan angka, tanggal, nama-nama, grafik, statistik. Paparan data yang di situ kami merasa terlibat. Merasa menjadi bagian dari data tersebut.
Tentu model data seperti itu di Sidoarjo belum ada. Maka kami berniat, bismillah, akan membuatnya.
Ide ini bermula dari pertemuan kami di warung kopi. Pengurus Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) dan pengurus Yayasan Rekso Ati.
Ketika itu, kami segera bersepakat. Bahwa, upaya pemajuan budaya Sidoarjo adalah omong kosong tanpa pijakan data. Harus pegang data dulu, setelah itu dilakukan analisa, selanjutnya menentukan langkah upaya pemajuan budaya Sidoarjo.
Maka kami berniat, bismillah, akan membuatnya. Membuat data budaya Sidoarjo. Data yang intim dan tidak kering. Data yang bergelibat di tengah-tengah kehidupan kami. Bukan sebatas puncak-puncak budaya Sidoarjo. Tetapi data yang bertebaran di desa-desa, di dusun-dusun.
Semisal di Dusun Beciro Desa Jumputrejo Kecamatan Sukodono. Pada bulan Ruwah kemarin, warga Dusun Beciro rela urunan (patungan, gotong royong) untuk nanggap pagelaran wayang. Padahal kami tahu, biaya nanggap wayang tidak cukup dengan uang Rp 30 juta. Tetapi toh warga Dusun Beciro mampu melaksanakan.
Di Desa Sawohan Kecamatan Buduran, warga memiliki pengetahuan sendiri dalam menghitung musim. Mereka tahu kapan air sungai akan naik, kapan akan surut. Kapan waktunya ikan-ikan besar datang dan tiba-tiba hilang, kapan ikan-ikan berahi.
Desa Cemandi Kecamatan Sedati memiliki 4 punden. Di makam desa, di halaman balai desa, di kompleks masjid, dan di area bandara Juanda. Para sesepuh Desa Cemandi paham riwayat masing-masing punden. Pada momentum tertentu, ada ritus digelar di punden-punden tersebut.
Kami akan datang kepada mereka. Terjun langsung ke lapangan. Menemui juru kunci, sesepuh desa, pemerintah desa, kiai, budayawan, dan anak-anak muda yang aktif berkesenian (semisal banjari). Kami akan mendengar, merekam, mencatat apa-apa yang mereka sampaikan.
Data-data itu, setelah terkumpul, tidak untuk kami miliki sendiri. Kami akan sebar ke publik. Kami akan berikan kepada siapapun yang merasa membutuhkan.
Kami menyadari, ini bukan pekerjaan mudah. Tetapi bisa lebih ringan jika dikerjakan bersama-sama. Untuk sementara ini, selain Dekesda dan Yayasan Rekso Ati, alhamdulillah sangat, beberapa pihak telah menyatakan bersedia terlibat dalam tim. Terdiri dari Forum Pamong Kebudayaan (FPK) Sidoarjo, Komunitas Aksayapatra, Karang Taruna, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Paguyuban Sekar Kawedhar, Paguyuban Jenggal Manik, Pasinaon Ngudi Luhur, Komunitas Rejo Resik Raharjo (R3), Komunitas Brangwetan, Sanggar Kreasi Bunda, dan personal2 lain.
Kami berharap bertambah lagi pihak yang terlibat dalam program pendataan ini. Sehingga mampu menampilkan kompleksitas budaya Sidoarjo. Sehingga bisa dipakai sebagai pijakan upaya pemajuan kebudayaan Sidoarjo.
Semoga lancar, semoga mendapat kemudahaan dari Allah SWT. Amin.
Comments
Post a Comment