![]() |
Empat tahun berselang, Airlangga didatangi para pemuka agama. Diberi tanggung jawab mengembalikan kejayaan kerajaan Medang. Dan sebagai ksatria, tanggung jawab itu diterima.
Airlangga mulai bergerak. Kerajaan bawahan yang memisahkan diri, satu per satu, ditundukkan. Disatukan kembali dalam panji-panji kemegahan Medang. Tentu bukan sebuah upaya mudah. Airlangga juga tidak selalu menang. Dia bahkan pernah dipaksa terusir dari pusat kerajaan. Lalu mendirikan pusat kerajaan baru.
Sesampai pada tahun 1037, Airlangga berhasil mengembalikan kejayaan Medang. Kebetulan pada masa yang sama, pamor kerajaan Sriwijaya kian redup. Maka, sinar kejayaan Medang seakan tanpa tandingan di Nusantara.
Kahuripan dijadikan Airlangga sebagai pusat kerajaan Medang. Makadatwan i Kahuripan. Prasasti Kamalagyan mencatat itu. Sebuah prasasti yang sejak ketika diresmikan oleh Airlangga masih berdiri kokoh di tempatnya. Yakni di dusun Tropodo desa Klagen kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo.
Maka kita bisa membayangkan. Sekitar seribu tahun lalu, sebuah upacara resmi digelar kerajaan Medang di Krian Sidoarjo. Raja Airlangga bersama para petinggi hadir. Titah Raja Airlangga dibacakan. Titah yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyat Medang. Dipatuhi tidak hanya untuk saat itu, tetapi, dlaha ing dlaha, titah Raja Airlangga berlaku hingga akhir zaman.
Melekat suatu hal penting dalam prasasti Kamalagyan. Prasasti, yang sekali lagi perlu ditegaskan, berada di wilayah Sidoarjo. Ia prasasti yang berbeda dengan kebanyakan prasasti lain. Prasasti ini mengejawantahkan komitmen Raja Airlangga terhadap kemakmuran rakyat.
Komitmen Raja Airlangga untuk menghidupkan perdagangan (niaga), pengembangan pertanian, kenyamanan menjalani ibadah keagamaan, kerukunan sosial, dan keamanan warga.
Prasasti yang seakan menjelaskan identitas atau jati diri masyarakat Sidoarjo saat ini. Sebuah masyarakat yang industrial sekaligus agraris sekaligus religius. Masyarakat yang sibuk berniaga namun taat pada pemuka agama. Masyarakat yang urban sekaligus ndeso.
Inilah Sidoarjo. Watak yang terpatri sejak seribu tahun lalu dan terus bertahan hingga saat sekarang. Ia menjadi semacam takdir. Takdir dari Sidoarjo.
Oleh sebab telah menjadi takdir. Mau tidak mau, suka tidak suka, masyarakat Sidoarjo mengemban tanggung jawab seperti telah dititahkan oleh Raja Airlangga. Meneruskan kejayaan kerajaan Medang Kahuripan.
Sidoarjo penerus kejayaan Kahuripan. Dan menjaga, dengan kerukunan, saling menghormati, saling melengkapi, saling menguatkan, agar tidak lagi terpecah jadi Janggala Panjalu. []
*) Ditulis oleh Ribut Wijoto, Ketua Umum Dewan Kesenian Sidoarjo.
Comments
Post a Comment